Unilever Indonesia adalah perusahaan yang dikenal
luas sebagai perusahaan yang mampu “melahirkan dan membesarkan” berbagai brand
yang akhirnya menjadi salah satu pemimpin pasar. Selain itu, Unilever Indonesia
juga sukses mengakuisisi dan memperbesar brand-brand lokal. Tak perlu lagi
dikisahkan kisah sukses Unilever Indonesia membesut Lux, Blue Band, Pepsodent,
Lifebuoy, Dove, Pond’s, Royco, Sariwangi, Taro hingga Bango. Namun Unilever pun
pernah gagal.
Salah satu brand besutan Unilever yang gagal adalah Tara Nasiku. Produk nasi instan ini diluncurkan dengan harapan mampu menjadi makanan instan pengganti makanan pokok seperti halnya sukses mie instan.
Logikanya cukup masuk akal, nasi adalah makanan pokok
sebagian besar orang Indonesia, bila ada nasi instan maka akan besar kemungkinan
produknya akan diserap dengan baik oleh pasar. Maka Tara Nasiku pun diluncurkan
dengan didukung marketing communication yang luar biasa besar. Tapi produk
itu gagal.
Awalnya banyak orang mencoba Tara Nasiku, namun itu rupanya
hanya first trial semata. Kelemahan Tara Nasiku yang mencolok adalah
untuk menghasilkan nasi instan yang optimal, maka mesti dimasak dengan Teflon,
hal inilah yang cukup menyulitkan konsumennya. Selain itu, rasa Tara Nasiku
kurang berkenan di lidah kita (ataukah karena cara masaknya yang tidak benar ya
?). Pada intinya, ekspektasi akan rasa dan “instan” dari iklan Tara Nasiku
ternyata tidak dipenuhi.
Sudah kita ketahui bahwa mayoritas
penduduk Indonesia makanan pokoknya adalah nasi, bahkan lebih dari 150 juta
penduduk kalau belum makan nasi rasanya belum makan meskipun sudah makan roti
tiga bungkus. Dan rata-rata penduduk Indonesia sehari makan tiga kali sehingga
kebutuhan akan nasi menjadi sangat tinggi. Melihat potensi pasar yang
sangat besar tersebut mendorong unilever untuk membuat nasi instant
yang diharapkan bisa memenui kebutuhan masyarakat indonesia yang mayotas makanan
pokoknya adalah nasi, sehingga lahirlah produk unilever yang dinamakan TARA
NASIKU.
Tara nasiku diawal peluncurannya
menggunakan media untuk promosi yang besar-besaran bahkan bintang iklanya pun
tidak tanggung-tanggung memakai rudi khoirudin(pakas masak tingkat nasional),dan
pihak manajemen unilever membackup besar-besaran untuk mensuksesan produk ini.
Diawal peluncurannya masayarakat
cukup dibuat penasaran untuk mencoba produk baru dari unilever ini tetapi
mereka rata-rata membeli hanya sekali dawal saja selanjutnya tidak berulang
lagi pembeliannya.
Setelah dilakukan evaluasi ternyata
kondisi ini terjadi disemua tempat sehingga memaksa pihak unilever untuk
melihat ulang akan keberadaan produk ini.
Usut punya usut ternyata yang
menyebabkan kegagalan penjualan tara nasiku ini adalah Kelemahan Tara Nasiku
yang mencolok adalah untuk menghasilkan nasi instan yang optimal, maka mesti
dimasak dengan Teflon, hal inilah yang cukup menyulitkan konsumennya. Selain
itu, rasa Tara Nasiku kurang berkenan di lidah kita ataukah karena cara
masaknya yang tidak benar ya ?
Pada intinya, ekspektasi akan rasa
dan “instan” dari iklan Tara Nasiku ini ternyata tidak terpenuhi :
1. Rasanya gak gitu enak
2. Nasinya masih keras (kayak makan nasi yg
baru di aron)
3. Daripada beli Tara Nasiku mendingan beli
nasi goreng tek-tek yg lewat di depan rumah.
Jelas rasanya
lebih enak.
ANALISA
Kegagalan taranasiku ini disebabkan oleh :
Kegagalan taranasiku ini disebabkan oleh :
Tara Nasiku dari Unilever ini
merupakan contoh merek yang gagal untuk menghadirkan inovasi baru di pasar
Indonesia. Mulanya produk-produk ini dibuat untuk menggebrak pasar makanan
instan, Namun ternyata mengubah budaya itu tidak mudah. Mie instan berhasil
merubah budaya makan Indonesia, tapi tidak demikian halnya dengan nasi goreng
instan. Nasi adalah makanan utama sedangkan mie instan adalah makanan
sampingan.
Tidak mudah bagi orang Indonesia
makan nasi dengan mengolahnya secara instan. Atau secara teori suatu produk
bisa sukses dipasaran apabila memperatikan : (Jahja B, Soenarjo, Chief
Consulting Officer Direxion Consulting):
Market
readiness atau kesiapan pasar untuk menerima produk baru. kalau target market-nya
belum siap, maka produk tersebut pasti akan terhambat.
Edukasi
pasar yang berkelanjutan. Edukasi bukan berarti promosi semata. Membutuhkan
waktu yang sangat panjang untuk mengubah pola pikir dan mengubah budaya.
Unconfirmity,
yang berarti ketidaksesuaian benefit yang ditawarkan dengan ekspektasi pasar
atau permintaan laten. “Menciptakan” permintaan bukanlah hal yang mudah. Jika
tidak ada latent demand yang kemudian digiring menjadi permintaan efektif, maka
bisa menimbulkan kegagalan merek.
Selain itu Perlu effort yang luar
biasa untuk merubah habit dan persepsi konsumen bahwa nasi itu ya NASI = beras
yang dimasak dengan kadar air dan suhu tertentu. Lebih dari itu, Nasi
juga merupakan sesuatu yangsangat kental dengan kultur Indonesia sehingga dapat
memberikan sugesti yangl uar biasa yang susah di gantikan dengan product
substitution.
Penyebab kegagalan yang lain adalah disebabkan oleh manajemen yang terlalu
memaksakan produk dan tidak memperhatikan hal-hal seperti Awareness,
Availability, Affordability, Benefit deficiency or lack of benefit, dan Very
useful or unable to use sehingga mayoritas konsumen tidak melihat banyak
keuntungan yang dirasakan dalam proses penyajiannya dan juga habitat konsumen
yang sudah terbiasa dengan produk instan lain dibandingkan nasi instan.
Tara nasiku gagal dalam proses
memasaknya yang terlalu rumit dan rasanya yang kurang enak.
KESIMPULAN
Sukses suatu produk sangat tergantung :
Sukses suatu produk sangat tergantung :
- Awareness, Apakah perusahaan mampu menciptakan awareness bagi produk tersebut dalam waktu singkat?
- Availability, Apakah perusahaan memiliki kemampuan dalam mendistribusikan produk tersebut dalam waktu singkat sehingga dapat diperoleh di gerai-gerai terdekat dengan konsumen?
- Affordability, Apakah harga yang ditawarkan produk tersebut terjangkau oleh konsumen?
- Benefit deficiency or lack of benefit, Apakah manfaat yang ditawarkan produk tersebut penting dan bernilai bagi konsumen?
Very useful or unable to use, Apakah produk tersebut cukup
mudah digunakan?
Dari bahasan diatas dapat dilihat bahwa :
- Sebenarnya perusahaan sudah dapat membuat produk yang mampu memenuhi keinginan segmen yang selama ini belum ada produk yang masuk di segmen tersebut., tapi karena kurang mampu membaca dengan tepat keinginan konsumen sehingga menyebabkan kurang berhasil.
- Sebenarnya perusahaan punya jaringan distribusi yang sangat kuat, sehingga kalau untuk mendistribusikan ke seluruh Indonesia bukan masalah yang sulit bagi unilever.
- Harga yang ditawarkan tara nasiku terlalu mahal, sehingga dengan menambah sedikit saja sudah bisa membeli nasi goreng biasa.
- Manfaat yang ditawarkan sebenarnya bisa menjawab kebutuan konsumen
- Ternyata point inilah yang menyebabkan taranasiku gagal yaitu dalam menyajikan ternyata tidak mudah sehingga pesan instant yang ingin ditonjolkan pada produk ini menjadi gagal total.
Tapi Unilever bisa belajar dari kegagalan-kegagalan itu. Bisa
dilihat bila saat ini Unilever cenderung mengakuisisi brand-brand lokal
(Sariwangi, Taro, Bango, Buavita, dll) bagi bisnis makanan dan minumannya,
karena brand yang sudah punya nama memiliki resiko lebih kecil. Tinggal
pinter-pinternya Unilever membesarkan brand-brand itu.
SOURCE: http://andri.blogdetik.com/2008/04/14/unilever-pun-pernah-gagal/